Alkisah, ada sepasang
kekasih yang saling mencintai. Sang pria berasal dari keluarga kaya,
dan merupakan orang yang terpandang di kota tersebut. Sedangkan sang
wanita adalah seorang yatim piatu, hidup serba kekurangan, tetapi
cantik, emah lembut, dan baik hati. Kelebihan inilah yang membuat sang
pria jatuh hati.
Sang wanita hamil di luar nikah. Sang pria lalu
mengajaknya menikah, dengan membawa sang wanita ke rumahnya. Seperti
yang sudah mereka duga, orang tua sang pria tidak menyukai wanita tsb.
Sebagai orang yang terpandang di kota tsb, latar belakang wanita tsb
akan merusak reputasi keluarga. Sebaliknya, mereka bahkan telah
mencarikan jodoh yang sepadan untuk anaknya. Sang pria berusaha
menyakinkan orang tuanya, bahwa ia sudah menetapkan keputusannya,
apapun resikonya bagi dia.
Sang wanita merasa tak berdaya, tetapi
sang pria menyakinkan wanita tsb bahwa tidak ada yang bisa memisahkan
mereka. Sang pria terus berargumen dengan orang tuanya, bahkan
membantah perkataan orangtuanya, sesuatu yang belum pernah dilakukannya
selama hidupnya (di zaman dulu, umumnya seorang anak sangat tunduk pada
orang tuanya).
Sebulan telah berlalu, sang pria gagal untuk
membujuk orang tuanya agar menerima calon istrinya. Sang orang tua juga
stress karena gagal membujuk anak satu-satunya, agar berpisah dengan
wanita tsb, yang menurut mereka akan sangat merugikan masa depannya.
Sang
pria akhirnya menetapkan pilihan untuk kawin lari. Ia memutuskan untuk
meninggalkan semuanya demi sang kekasih. Waktu keberangkatan pun
ditetapkan, tetapi rupanya rencana ini diketahui oleh orang tua sang
pria. Maka ketika saatnya tiba, sang ortu mengunci anaknya di dalam
kamar dan dijaga ketat oleh para bawahan di rumahnya yang besar.
Sebagai
gantinya, kedua orang tua datang ke tempat yang telah ditentukan
sepasang kekasih tsb untuk melarikan diri. Sang wanita sangat terkejut
dengan kedatangan ayah dan ibu sang pria. Mereka kemudian memohon
pengertian dari sang wanita, agar meninggalkan anak mereka
satu-satunya. Menurut mereka, dengan perbedaan status sosial yang
sangat besar, perkawinan mereka hanya akan menjadi gunjingan seluruh
penduduk kota, reputasi anaknya akan tercemar, orang2 tidak akan
menghormatinya lagi. Akibatnya, bisnis yang akan diwariskan kepada anak
mereka akan bangkrut secara perlahan2.
Mereka bahkan memberikan
uang dalam jumlah banyak, dengan permohonan agar wanita tsb
meninggalkan kota ini, tidak bertemu dengan anaknya lagi, dan
menggugurkan kandungannya. Uang tsb dapat digunakan untuk membiayai
hidupnya di tempat lain.
Sang wanita menangis tersedu-sedu. Dalam
hati kecilnya, ia sadar bahwa perbedaan status sosial yang sangat jauh,
akan menimbulkan banyak kesulitan bagi kekasihnya. Akhirnya, ia setuju
untuk meninggalkan kota ini, tetapi menolak untuk menerima uang tsb. Ia
mencintai sang pria, bukan uangnya. Walaupun ia sepenuhnya sadar, jalan
hidupnya ke depan akan sangat sulit?.
Ibu sang pria kembali
memohon kepada wanita tsb untuk meninggalkan sepucuk surat kepada
mereka, yang menyatakan bahwa ia memilih berpisah dengan sang pria. Ibu
sang pria kuatir anaknya akan terus mencari kekasihnya, dan tidak mau
meneruskan usaha orang tuanya. "Walaupun ia kelak bukan suamimu,
bukankah Anda ingin melihatnya sebagai seseorang yang berhasil? Ini
adalah untuk kebaikan kalian berdua", kata sang ibu.
Dengan berat
hati, sang wanita menulis surat. Ia menjelaskan bahwa ia sudah
memutuskan untuk pergi meninggalkan sang pria. Ia sadar bahwa
keberadaannya hanya akan merugikan sang pria. Ia minta maaf karena
telah melanggar janji setia mereka berdua, bahwa mereka akan selalu
bersama dalam menghadapi penolakan2 akibat perbedaan status sosial
mereka. Ia tidak kuat lagi menahan penderitaan ini, dan memutuskan
untuk berpisah. Tetesan air mata sang wanita tampak membasahi surat
tersebut.
Sang wanita yang malang tsb tampak tidak punya pilihan
lain. Ia terjebak antara moral dan cintanya. Sang wanita segera
meninggalkan kota itu, sendirian. Ia menuju sebuah desa yang lebih
terpencil. Disana, ia bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anaknya.
==========0000000000==============
Tiga
tahun telah berlalu. Ternyata wanita tersebut telah menjadi seorang
ibu. Anaknya seorang laki2. Sang ibu bekerja keras siang dan malam,
untuk membiayai kehidupan mereka. Di pagi dan siang hari, ia bekerja di
sebuah industri rumah tangga, malamnya, ia menyuci pakaian2 tetangga
dan menyulam sesuai dengan pesanan pelanggan. Kebanyakan ia melakukan
semua pekerjaan ini sambil menggendong anak di punggungnya. Walaupun ia
cukup berpendidikan, ia menyadari bahwa pekerjaan lain tidak
memungkinkan, karena ia harus berada di sisi anaknya setiap saat.
Tetapi sang ibu tidak pernah mengeluh dengan pekerjaannya?
Di
usia tiga tahun, suatu saat, sang anak tiba2 sakit keras. Demamnya
sangat tinggi. Ia segera dibawa ke rumah sakit setempat. Anak tsb harus
menginap di rumah sakit selama beberapa hari. Biaya pengobatan telah
menguras habis seluruh tabungan dari hasil kerja kerasnya selama ini,
dan itupun belum cukup. Ibu tsb akhirnya juga meminjam ke sana-sini,
kepada siapapun yang bermurah hati untuk memberikan pinjaman.
Saat
diperbolehkan pulang, sang dokter menyarankan untuk membuat sup ramuan,
untuk mempercepat kesembuhan putranya. Ramuan tsb terdiri dari obat2
herbal dan daging sapi untuk dikukus bersama. Tetapi sang ibu hanya
mampu membeli obat2 herbal tsb, ia tidak punya uang sepeserpun lagi
untuk membeli daging. Untuk meminjam lagi, rasanya tak mungkin, karena
ia telah berutang kepada semua orang yang ia kenal, dan belum terbayar.
Ketika
di rumah, sang ibu menangis. Ia tidak tahu harus berbuat apa, untuk
mendapatkan daging. Toko daging di desa tsb telah menolak
permintaannya, untuk bayar di akhir bulan saat gajian.
Diantara
tangisannya, ia tiba2 mendapatkan ide. Ia mencari alkohol yang ada di
rumahnya, sebilah pisau dapur, dan sepotong kain. Setelah pisau dapur
dibersihkan dengan alkohol, sang ibu nekad mengambil sekerat daging
dari pahanya. Agar tidak membangunkan anaknya yang sedang tidur, ia
mengikat mulutnya dengan sepotong kain. Darah berhamburan. Sang ibu
tengah berjuang mengambil dagingnya sendiri, sambil berusaha tidak
mengeluarkan suara kesakitan yang teramat sangat?..
Hujan
lebatpun turun. Lebatnya hujan menyebabkan rintihan kesakitan sang ibu
tidak terdengar oleh para tetangga, terutama oleh anaknya sendiri.
Tampaknya langit juga tersentuh dengan pengorbanan yang sedang
dilakukan oleh sang ibu???.
==========0000000000==============
Enam
tahun telah berlalu, anaknya tumbuh menjadi seorang anak yang tampan,
cerdas, dan berbudi pekerti. Ia juga sangat sayang ibunya. Di hari
minggu, mereka sering pergi ke taman di desa tersebut, bermain bersama,
dan bersama2 menyanyikan lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau"
(terjemahannya "Di Dunia ini, hanya ibu seorang yang baik").
Sang
anak juga sudah sekolah. Sang ibu sekarang bekerja sebagai penjaga
toko, karena ia sudah bisa meninggalkan anaknya di siang hari. Hari2
mereka lewatkan dengan kebersamaan, penuh kebahagiaan. Sang anak
terkadang memaksa ibunya, agar ia bisa membantu ibunya menyuci di malam
hari. Ia tahu ibunya masih menyuci di malam hari, karena perlu tambahan
biaya untuk sekolahnya. Ia memang seorang anak yang cerdas.
Ia
juga tahu, bulan depan adalah hari ulang tahun ibunya. Ia berniat
membelikan sebuah jam tangan, yang sangat didambakan ibunya selama ini.
Ibunya pernah mencobanya di sebuah toko, tetapi segera menolak setelah
pemilik toko menyebutkan harganya. Jam tangan itu sederhana, tidak
terlalu mewah, tetapi bagi mereka, itu terlalu mahal. Masih banyak
keperluan lain yang perlu dibiayai.
Sang anak segera pergi ke
toko tsb, yang tidak jauh dari rumahnya. Ia meminta kepada kakek
pemilik toko agar menyimpan jam tangan tsb, karena ia akan membelinya
bulan depan. "Apakah kamu punya uang?" tanya sang pemilik toko. "Tidak
sekarang, nanti saya akan punya", kata sang anak dengan serius.
Ternyata,
bulan depan sang anak benar2 muncul untuk membeli jam tangan tsb. Sang
kakek juga terkejut, kiranya sang anak hanya main2. Ketika menyerahkan
uangnya, sang kakek bertanya "Dari mana kamu mendapatkan uang itu?
Bukan mencuri kan?". "Saya tidak mencuri, kakek. Hari ini adalah hari
ulang tahun ibuku. Saya biasanya naik becak pulang pergi ke sekolah.
Selama sebulan ini, saya berjalan kaki saat pulang dari sekolah ke
rumah, uang jajan dan uang becaknya saya simpan untuk beli jam ini.
Kakiku sakit, tapi ini semua untuk ibuku. O ya, jangan beritahu ibuku
tentang hal ini. Ia akan marah" kata sang anak. Sang pemilik toko
tampak kagum pada anak tsb.
Seperti biasanya, sang ibu pulang
dari kerja di sore hari. Sang anak segera memberikan ucapan selamat
pada ibu, dan menyerahkan jam tangan tsb. Sang ibu terkejut bercampur
haru, ia bangga dengan anaknya. Jam tangan ini memang adalah impiannya.
Tetapi sang ibu tiba2 tersadar, dari mana uang untuk membeli jam tsb.
Sang anak tutup mulut, tidak mau menjawab.
"Apakah kamu mencuri,
Nak?" Sang anak diam seribu bahasa, ia tidak ingin ibu mengetahui
bagaimana ia mengumpulkan uang tersebut. Setelah ditanya berkali2 tanpa
jawaban, sang ibu menyimpulkan bahwa anaknya telah mencuri. "Walaupun
kita miskin, kita tidak boleh mencuri. Bukankah ibu sudah mengajari
kamu tentang hal ini?" kata sang ibu.
Lalu ibu mengambil rotan
dan mulai memukul anaknya. Biarpun ibu sayang pada anaknya, ia harus
mendidik anaknya sejak kecil. Sang anak menangis, sedangkan air mata
sang ibu mengalir keluar. Hatinya begitu perih, karena ia sedang
memukul belahan hatinya. Tetapi ia harus melakukannya, demi kebaikan
anaknya.
Suara tangisan sang anak terdengar keluar. Para tetangga
menuju ke rumah tsb heran, dan kemudian prihatin setelah mengetahui
kejadiannya. "Ia sebenarnya anak yang baik", kata salah satu
tetangganya. Kebetulan sekali, sang pemilik toko sedang berkunjung ke
rumah salah satu tetangganya yang merupakan familinya.
Ketika ia
keluar melihat ke rumah itu, ia segera mengenal anak itu. Ketika
mengetahui persoalannya, ia segera menghampiri ibu itu untuk
menjelaskan. Tetapi tiba2 sang anak berlari ke arah pemilik toko,
memohon agar jangan menceritakan yang sebenarnya pada ibunya.
"Nak,
ketahuilah, anak yang baik tidak boleh berbohong, dan tidak boleh
menyembunyikan sesuatu dari ibunya". Sang anak mengikuti nasehat kakek
itu. Maka kakek itu mulai menceritakan bagaimana sang anak tiba2 muncul
di tokonya sebulan yang lalu, memintanya untuk menyimpan jam tangan
tsb, dan sebulan kemudian akan membelinya. Anak itu muncul siang tadi
di tokonya, katanya hari ini adalah hari ulang tahun ibunya. Ia juga
menceritakan bagaimana sang anak berjalan kaki dari sekolahnya pulang
ke rumah dan tidak jajan di sekolah selama sebulan ini, untuk
mengumpulkan uang membeli jam tangan kesukaan ibunya.
Tampak sang
kakek meneteskan air mata saat selesai menjelaskan hal tsb, begitu pula
dengan tetangganya. Sang ibu segera memeluk anak kesayangannya,
keduanya menangis dengan tersedu-sedu?."Maafkan saya, Nak." "Tidak Bu,
saya yang bersalah"???..
===========000=================
Sementara
itu, ternyata ayah dari sang anak sudah menikah, tetapi istrinya
mandul. Mereka tidak punya anak. Sang ortu sangat sedih akan hal ini,
karena tidak akan ada yang mewarisi usaha mereka kelak.
Ketika
sang ibu dan anaknya berjalan2 ke kota, dalam sebuah kesempatan, mereka
bertemu dengan sang ayah dan istrinya. Sang ayah baru menyadari bahwa
sebenarnya ia sudah punya anak dari darah dagingnya sendiri. Ia
mengajak mereka berkunjung ke rumahnya, bersedia menanggung semua biaya
hidup mereka, tetapi sang ibu menolak. Kami bisa hidup dengan baik
tanpa bantuanmu.
Berita ini segera diketahui oleh orang tua sang
pria. Mereka begitu ingin melihat cucunya, tetapi sang ibu tidak mau
mengizinkan.
===========000==================
Di
pertengahan tahun, penyakit sang anak kembali kambuh. Dokter mengatakan
bahwa penyakit sang anak butuh operasi dan perawatan yang konsisten.
Kalau kambuh lagi, akan membahayakan jiwanya.
Keuangan sang ibu sudah agak membaik, dibandingkan sebelumnya. Tetapi biaya medis tidaklah murah, ia tidak sanggup membiayainya.
Sang
ibu kembali berpikir keras. Tetapi ia tidak menemukan solusi yang
tepat. Satu2nya jalan keluar adalah menyerahkan anaknya kepada sang
ayah, karena sang ayahlah yang mampu membiayai perawatannya.
Maka
di hari Minggu ini, sang ibu kembali mengajak anaknya berkeliling kota,
bermain2 di taman kesukaan mereka. Mereka gembira sekali, menyanyikan
lagu "Shi Sang Chi You Mama Hau", lagu kesayangan mereka. Untuk
sejenak, sang ibu melupakan semua penderitaannya, ia hanyut dalam
kegembiraan bersama sang anak.
Sepulang ke rumah, ibu menjelaskan
keadaannya pada sang anak. Sang anak menolak untuk tinggal bersama
ayahnya, karena ia hanya ingin dengan ibu. "Tetapi ibu tidak mampu
membiayai perawatan kamu, Nak" kata ibu. "Tidak apa2 Bu, saya tidak
perlu dirawat. Saya sudah sehat, bila bisa bersama2 dengan ibu. Bila
sudah besar nanti, saya akan cari banyak uang untuk biaya perawatan
saya dan untuk ibu. Nanti, ibu tidak perlu bekerja lagi, Bu", kata sang
anak. Tetapi ibu memaksa akan berkunjung ke rumah sang ayah keesokan
harinya. Penyakitnya memang bisa kambuh setiap saat.
Disana ia
diperkenalkan dengan kakek dan neneknya. Keduanya sangat senang melihat
anak imut tersebut. Ketika ibunya hendak pulang, sang anak meronta2
ingin ikut pulang dengan ibunya. Walaupun diberikan mainan kesukaan
sang anak, yang tidak pernah ia peroleh saat bersama ibunya, sang anak
menolak. "Saya ingin Ibu, saya tidak mau mainan itu", teriak sang anak
dengan nada yang polos. Dengan hati sedih dan menangis, sang ibu
berkata "Nak, kamu harus dengar nasehat ibu. Tinggallah di sini. Ayah,
kakek dan nenek akan bermain bersamamu." "Tidak, aku tidak mau mereka.
Saya hanya mau ibu, saya sayang ibu, bukankah ibu juga sayang saya? Ibu
sekarang tidak mau saya lagi", sang anak mulai menangis. Bujukan demi
bujukan ibunya untuk tinggal di rumah besar tsb tidak didengarkan anak
kecil tsb. Sang anak menangis tersedu2 "Kalau ibu sayang padaku,
bawalah saya pergi, Bu". Sampai pada akhirnya, ibunya memaksa dengan
mengatakan "Benar, ibu tidak sayang kamu lagi. Tinggallah disini",
ibunya segera lari keluar meninggalkan rumah tsb. Tampak anaknya
meronta2 dengan ledakan tangis yang memilukan.
Di rumah, sang ibu
kembali meratapi nasibnya. Tangisannya begitu menyayat hati, ia telah
berpisah dengan anaknya. Ia tidak diperbolehkan menjenguk anaknya,
tetapi mereka berjanji akan merawat anaknya dengan baik. Diantara isak
tangisnya, ia tidak menemukan arti hidup ini lagi. Ia telah kehilangan
satu2nya alasan untuk hidup, anaknya tercinta.
Kemudian ibu yang
malang itu mengambil pisau dapur untuk memotong urat nadinya. Tetapi
saat akan dilakukan, ia sadar bahwa anaknya mungkin tidak akan
diperlakukan dengan baik. Tidak, ia harus hidup untuk mengetahui bahwa
anaknya diperlakukan dengan baik. Segera, niat bunuh diri itu
dibatalkan, demi anaknya juga??..
============000=========
Setahun
berlalu. Sang ibu telah pindah ke tempat lain, mendapatkan kerja yang
lebih baik lagi. Sang anak telah sehat, walaupun tetap menjalani
perawatan medis secara rutin setiap bulan.
Seperti biasa, sang
anak ingat akan hari ulang tahun ibunya. Uang pun dapat ia peroleh
dengan mudah, tanpa perlu bersusah payah mengumpulkannya. Maka, pada
hari tsb, sepulang dari sekolah, ia tidak pulang ke rumah, ia segera
naik bus menuju ke desa tempat tinggal ibunya, yang memakan waktu
beberapa jam. Sang anak telah mempersiapkan setangkai bunga, sepucuk
surat yang menyatakan ia setiap hari merindukan ibu, sebuah kartu
ucapan selamat ulang tahun, dan nilai ujian yang sangat bagus. Ia akan
memberikan semuanya untuk ibu.
Sang anak berlari riang gembira
melewati gang-gang kecil menuju rumahnya. Tetapi ketika sampai di
rumah, ia mendapati rumah ini telah kosong. Tetangga mengatakan ibunya
telah pindah, dan tidak ada yang tahu kemana ibunya pergi. Sang anak
tidak tahu harus berbuat apa, ia duduk di depan rumah tsb, menangis
"Ibu benar2 tidak menginginkan saya lagi."
Sementara itu,
keluarga sang ayah begitu cemas, ketika sang anak sudah terlambat
pulang ke rumah selama lebih dari 3 jam. Guru sekolah mengatakan
semuanya sudah pulang. Semua tempat sudah dicari, tetapi tidak ada
kabar. Mereka panik. Sang ayah menelpon ibunya, yang juga sangat
terkejut. Polisi pun dihubungi untuk melaporkan anak hilang.
Ketika
sang ibu sedang berpikir keras, tiba2 ia teringat sesuatu. Hari ini
adalah hari ulang tahunnya. Ia terlalu sibuk sampai melupakannya.
Anaknya mungkin pulang ke rumah. Maka sang ayah dan sang ibu segera
naik mobil menuju rumah tsb. Sayangnya, mereka hanya menemukan kartu
ulang tahun, setangkai bunga, nilai ujian yang bagus, dan sepucuk surat
anaknya. Sang ibu tidak mampu menahan tangisannya, saat membaca
tulisan2 imut anaknya dalam surat itu.
Hari mulai gelap. Mereka
sibuk mencari di sekitar desa tsb, tanpa mendapatkan petunjuk apapun.
Sang ibu semakin resah. Kemudian sang ibu membakar dupa, berlutut di
hadapan altar Dewi Kuan Im, sambil menangis ia memohon agar bisa
menemukan anaknya.
Seperti mendapat petunjuk, sang ibu tiba2
ingat bahwa ia dan anaknya pernah pergi ke sebuah kuil Kuan Im di desa
tsb. Ibunya pernah berkata, bahwa bila kamu memerlukan pertolongan,
mohonlah kepada Dewi Kuan Im yang welas asih. Dewi Kuan Im pasti akan
menolongmu, jika niat kamu baik. Ibunya memprediksikan bahwa anaknya
mungkin pergi ke kuil tsb untuk memohon agar bisa bertemu dengan
dirinya.
Benar saja, ternyata sang anak berada di sana. Tetapi ia
pingsan, demamnya tinggi sekali. Sang ayah segera menggendong anaknya
untuk dilarikan ke rumah sakit. Saat menuruni tangga kuil, sang ibu
terjatuh dari tangga, dan berguling2 jatuh ke bawah????..
============000==============
Sepuluh
tahun sudah berlalu. Kini sang anak sudah memasuki bangku kuliah. Ia
sering beradu mulut dengan ayah, mengenai persoalan ibunya. Sejak jatuh
dari tangga, ibunya tidak pernah ditemukan. Sang anak telah banyak
menghabiskan uang untuk mencari ibunya kemana2, tetapi hasilnya nihil.
Siang
itu, seperti biasa sehabis kuliah, sang anak berjalan bersama dengan
teman wanitanya. Mereka tampak serasi. Saat melaju dengan mobil, di
persimpangan sebuah jalan, ia melihat seorang wanita tua yang sedang
mengemis. Ibu tsb terlihat kumuh, dan tampak memakai tongkat. Ia tidak
pernah melihat wanita itu sebelumnya. Wajahnya kumal, dan ia tampak
berkomat-kamit.
Di dorong rasa ingin tahu, ia menghentikan
mobilnya, dan turun bersama pacar untuk menghampiri pengemis tua itu.
Ternyata sang pengemis tua sambil mengacungkan kaleng kosong untuk
minta sedekah, ia berucap dengan lemah "Dimanakah anakku? Apakah kalian
melihat anakku?"
Sang anak merasa mengenal wanita tua itu. Tanpa
disadari, ia segera menyanyikan lagu "Shi Sang Ci You Mama Hau" dengan
suara perlahan, tak disangka sang pengemis tua ikut menyanyikannya
dengan suara lemah. Mereka berdua menyanyi bersama. Ia segera mengenal
suara ibunya yang selalu menyanyikan lagu tsb saat ia kecil, sang anak
segera memeluk pengemis tua itu dan berteriak dengan haru "Ibu? Ini
saya ibu".
Sang pengemis tua itu terkejut, ia meraba2 muka sang
anak, lalu bertanya, "Apakah kamu ??..(nama anak itu)?" "Benar bu, saya
adalah anak ibu?". Keduanya pun berpelukan dengan erat, air mata
keduanya berbaur membasahi bumi???. Karena jatuh dari tangga, sang ibu
yang terbentur kepalanya menjadi hilang ingatan, tetapi ia setiap hari
selama sepuluh tahun terus mencari anaknya, tanpa peduli dengan
keadaaan dirinya. Sebagian orang menganggapnya sebagai orang gila?.
============000=============
Dalam kondisi kritis, Ibu kita akan melakukan apa saja demi kita. Ibu bahkan rela mengorbankan nyawanya?..
Simaklah penggalan doa keputusasaan berikut ini, di saat Ibu masih muda, ataupun disaat Ibu sudah tua :
1. Anakku masih kecil, masa depannya masih panjang. Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.
2. Aku sudah tua, Oh Tuhan, ambillah aku sebagai gantinya.
Diantara
orang2 disekeliling Anda, yang Anda kenal, Saudara/I kandung Anda,
diantara lebih dari 6 Milyar manusia, siapakah yang rela mengorbankan
nyawanya untuk Anda, kapan pun, dimana pun, dengan cara apapun ?
Tidak diragukan lagi "Ibu kita adalah Orang Yang Paling Mulia di dunia ini"